Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII DPR RI Dengan Berbagai Komisi Perlindungan Anak

Avatar photo

“Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Sepakat Untuk Mendorong Polres Metro Bekasi Kota Untuk Menahan Pelaku Pencabulan Terhadap Anak di Bawah Umur Yang Masih Kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Komisi XIII DPR RI Akan Memanggil Kapolrestro Bekasi Kota Minta Keterangan Atas Tidak Ditahannya Pelaku.”

Jakarta, Kupasfakta.com – Komisi XIII DPR RI mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan LPSK, Komnas Perempuan, dan KPAI.

Agenda utama: menindaklanjuti dua pengaduan masyarakat terkait kekerasan terhadap anak dalam proses penegakan hukum dan di lingkungan pendidikan.

2. Kasus 1: Kekerasan Seksual & Fisik terhadap Anak di Bekasi

Temuan Utama

Korban: Anak perempuan kelas 1 SD mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik, bullying, dan ancaman pembunuhan oleh seorang laki-laki dewasa yang memiliki posisi sosial kuat di sekolah.

Proses hukum di Polres Metro Bekasi berjalan sangat lambat sejak laporan Oktober 2024 & Februari 2025.

Korban mengalami trauma berat (indikasi PTSD): ketakutan ekstrem, mimpi buruk, menarik diri, tidak mau sekolah.

Mekanisme perlindungan anak di sekolah lemah. Ada potensi tekanan dari pelaku terhadap keluarga korban karena relasi kuasa timpang.

Tindakan & Proses LPSK/KPAI/Komnas Perempuan

LPSK: telah menerima permohonan, memberi pendampingan hukum dan psikologis, koordinasi dengan kepolisian, menjadwalkan healing.

Komnas Perempuan: menilai kasus ini sebagai pelanggaran serius HAM, menekankan percepatan penetapan tersangka.

KPAI: menyoroti lambatnya penyidikan serta lemahnya pemahaman penyidik terhadap UU PPKS & UU Perlindungan Anak.

Kesimpulan Kasus 1

Proses hukum tidak sesuai asas kecepatan & kepastian hukum. Korban membutuhkan perlindungan dan rehabilitasi berkelanjutan.

Negara wajib memastikan perlindungan anak sesuai amanat UUD 1945, CRC, UU Perlindungan Anak, dan UU PPKS.

3. Kasus 2: Anak Meninggal Tersengat Listrik di Sekolah – Surabaya

Temuan Utama

Seorang siswa meninggal akibat tersengat listrik pada fasilitas AC sekolah. Ada perbedaan kronologi antara pihak sekolah dan kuasa hukum korban.

Indikasi kelalaian:

Area berbahaya kurang diberi tanda/peringatan. Pengawasan sekolah terhadap kegiatan siswa lemah.

Mekanisme child safeguarding tidak optimal. Proses hukum di kepolisian lambat dan masih tahap penyelidikan.

Kesimpulan Kasus 2

Terdapat potensi pelanggaran Pasal 359 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kematian). Perlu audit keselamatan sekolah dan standar kelayakan fasilitas pendidikan.

Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi, menunjukkan masalah sistemik dalam keselamatan sekolah.

4. Isu Sistemik yang Muncul

1. Lambatnya respons kepolisian dalam kasus kekerasan anak dan seksual.

2. Minimnya pemahaman penyidik terkait UU PPKS dan UU Perlindungan Anak.

3. Lemahnya perlindungan anak di sekolah dan pencegahan kekerasan.

4. Kurangnya koordinasi antar lembaga perlindungan anak.

5. Dampak psikologis korban sering tidak ditangani dengan optimal.

6. Rekomendasi Utama dari Lembaga/Lembaga Negara Untuk Kepolisian

Segera menetapkan tersangka. Menolak penangguhan penahanan pelaku kekerasan terhadap anak.

Melibatkan ahli pidana anak.

Menjamin proses penyidikan yang ramah anak dan bebas intimidasi. Untuk Pemerintah & Dinas Pendidikan

Memperkuat sistem perlindungan anak di sekolah. Melakukan audit keselamatan sarana sekolah. Memastikan standar child safeguarding diterapkan.

Untuk LPSK & KPAI

Memberikan pendampingan psikologis jangka panjang.

Memastikan perlindungan menyeluruh bagi korban dan keluarga.

Melakukan verifikasi langsung ke keluarga korban.

Untuk Komisi XIII DPR RI

Melakukan pengawasan ketat perkembangan perkara.

Menjadikan kasus ini evaluasi implementasi UU PPKS & UU Perlindungan Anak.

Kesimpulan Besar

Rapat mengungkap adanya dua kasus serius kekerasan terhadap anak yang menunjukkan:

Lemahnya perlindungan anak dalam proses hukum, Minimnya upaya pencegahan di sekolah, Kurangnya kecepatan dan kejelasan proses penegakan hukum, Serta kebutuhan mendesak penguatan koordinasi antar lembaga. (Redaksi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *